Ani, Oh Ani

Bukan Ani Yang Ini

Bukan Ani Yang Ini

Perilaku Ibu Negara Ani Yudhoyono di ranah jejaring sosial (terutama Instagram) sudah tersohor. Ibu kita yang satu ini gemar sekali merespon hampir setiap komentar yang masuk ke akun instagramnya. Namun sayangnya, komentar-komentarnya seringkali terbaca sangat defensif, terasa pedas dan tak jarang membuat orang tersinggung. Aktifitas Ibu Ani di ranah membalas komentar di Instagram ini mulai ‘terkenal’ saat ia menggunggah foto cucu pertamanya Almira ke akun Instagram miliknya. Saat itu sejumlah pengguna Instagram mempertanyakan keaslian foto yang diunggah olehnya karena ada beberapa bagian yang terlihat janggal, seolah foto tersebut merupakan hasil edit dua atau lebih foto dan bukan merupakan foto tunggal yang dijepret langsung oleh Bu Ani. Bu Ani saat itu bersikap sangat defensif dan seringkali merespon komentar dengan pedas, dan bersikukuh jika foto tersebut adalah foto asli.

Di lain waktu, Bu Ani mengunggah fotonya bersama Bapak Presiden dan anggota keluarga lain di sebuah pantai di sela kunjungan kerja. Seorang user mengomentari penggunaan baju batik pada kesempatan tersebut bukan kritisi, malah cenderung pujian menurut saya. Akan tetapi Bu Ani kembali meradang (entah untuk apa), dan menyebut user instagram tersebut adalah orang yang bodoh. Puk puk… yang sabar ya nak. Lalu kesempatan lain, ia menggunggah fotonya ketika sedang masak. Sebuah komentar muncul, yang menyatakan kekagumannya atas Bu Ani yang masak tapi tetap cantik dan dicepol. Ini pujian lho, pujian! Dan sekali lagi, entah mengapa tampaknya komentar yang berupa pujian tersebut layaknya lebah yang menyengat dirinya dan lebah tersebut harus disemprot racun serangga. Ia bertanya, apa masalahnya kalo masak terlihat cantik? Dan ia memberikan koreksi jika dia tidak dicepol, tapi menggunakan bando saja (nggih Bu).

Nggih Bu...

Nggih Bu…

Yah, sebagai seorang Ibu Negara, sikap Bu Ani memang seringkali membuat kening bekerut, alis naik, dan bibir manyun. Seharusnya Bu Ani sadar, bahwa dengan bergabungnya dirinya dengan netizens yang lain, dimana sistem ‘kasta’ tidak ada dan semua orang adalah sama, ia seharusnya sadar bahwa kritik akan senantiasa mampir. Akan tetapi, adalah hak dirinya juga untuk merespon semua komentar yang mampir ke foto dan akunnya, walau mungkin tidak perlu terlalu defensif dan pedas juga.

Dalam seminggu terakhir inipun setidaknya ada dua foto yang beliau unggah dan ramai diperbincangkan. Yang pertama adalah foto cucu bungsunya yang sedang bermain piano mainan. Pada foto tersebut muncul satu komentar dari user @zhafirapsp. Ia menulis “Di saat rakyatnya yang sedang kebanjiran, ibu negara malah sibuk dengan akun instagramnya :))”. Lalu yang kedua adalah sebuah foto Anthurium crystallinum, dimana seorang user dengan id @adhityaanp mempertanyakan kepemilikan kamera yang digunakan oleh Bu Ani.

Bu Ani - Banjir

Dasar Kepo!

Dasar Kepo!

Saya tidak akan menjabarkan apa respon Bu Ani (bisa dilihat langsung di gambar). Akan tetapi lebih tertarik menanggapi para netizens yang berkomentar tersebut. Tulisan ini saya buat karena semakin lama saya melihat bahwa ada kecenderungan orang sengaja mencari-cari kesalahan Ibu Negara melalui foto-foto yang diunggahnya. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan semakin kentara terlihat hanya diajukan untuk memancing emosi saja. Atau istilah kerennya, trolling. Apakah kita tahu dengan pasti bahwa Bu Ani tidak memikirkan banjir? Apa hanya karena ia menggunggah sebuah foto ia menjadi sosok yang tidak peduli dengan kondisi sekitarnya? Lalu, untuk apa sih mempertanyakan kepemilikan benda yang digunakan oleh Bu Ani? Rasanya kepo sekali. Sekarang kita ajukan pertanyaan ini, apakah kita tidak jengah jika kita diajukan pertanyaan hampir serupa? Walau mungkin kita akan menjawabnya dengan biasa-biasa saja, tapi tentunya sebuah perasaan “Ya terserah gua juga kali mau punya siapa” pasti akan muncul dalam diri kita.

Bu Ani memang Ibu Negara, istri dari Presiden kita. Akan tetapi di samping label Ibu Negara, Bu Ani pun memiliki label yang lain. Seorang ibu, seorang nenek dengan dua cucu, seorang individu yang berhak menikmati apapun hobinya, dan seorang netizens yang bebas berkata apa saja. Memang, ia tidak perlu sepedas itu di ranah maya. Namun saya rasa kitapun sebagai netizens seharusnya tidak perlu memancing di air keruh. Dan kita sebagai netizens pun harus siap dan seharusnya sudah sepenuhnya paham, bahwa saat kita mengajukan pendapat di ranah maya, kita harus siap menerima umpan balik. Entah itu respon positif atau yang paling pedas sekalipun; dimana sesungguhnya menjadi salah satu pertanyaan dasar di ranah maya yang bebas: Jika anda mengkritik orang lain, sudah siapkah anda untuk dikritik balik? (abn)